Bagi masyarakat Jawa, peninggalan wali sanga berupa lagu “Turi-turi Putih” sudah tidak asing lagi. Bahkan ada sebagian masyarakat menyelinginya dengan bacaan shalawat. Lagu tersebut merupakan peninggalan wali songo, khususnya Sunan Giri. Memang tak ada bukti valid soal itu, tetapi satu hal bahwa lagu tersebut begitu populer dan digemari masyarakat. Jauh lebih penting dari itu, ternyata lagu tersebut mengandung pesan ajaran kearifan, kesadaran akan kematian, akan amal setelah manusia meninggal.
Begitulah pesan Jadi tembang bagi kanjeng Sunan Giri bukan sekedar bunyi dan irama yang enak didengar, tetapi pesan yang disimpan jauh lebih membekas dan membuat orang begitu menghayati lagu tersebut.
“Turi-turi putih,
Ditandur neng kebon agung,
Turi-turi putih
Ditandur ning kebon agung
Cumleret tiba nyemplung
Gumlundhung kembange apa,
Mbok ira,
Mbok ira,
Mbok ira,
Kembange apa?”
Terjemahan :
TURI-TURI PUTIH
Turi, artinya tak aturi: (saya kasih tahu).
Putih itu simbolisme dari kain kafan/ pocongan: orang mati yang dibungkus dengan kain kafan (kain mori warna putih).
Arti selengkapnya: Saya kasih tahu, bahwa kelak manusia itu akan mati.
DITANDUR NING KEBUN AGUNG: di tanam di kebon agung,
Artinya mati di kubur di sebuah makam.
CUMLERET TIBA NYEMPLUNG:
Sebuah gambaran dari orang mati yang sedang dimasukkan dalam kuburan waktunya cepat seperti kilat jatuh
GUMLUNDUNG KEMBANGE APA
Maksudnya, setelah orang yang mati itu selesai dikubur, maka kemudian akan diberi pertanyaan oleh malaikat soal amal perbuatannya.
MBOK IRA
MBOK IRA
MBOK IRA
KEMBANGE APA?
Mbok iro, adalah simbol manusia yang sudah meninggal, selalu akan ditanya:
Amal apa yang sudah Kamu diperbuat?
Bekal apa yang akan kamu dibawa?
Begitulah, makna yang bisa diambil dari lagu tersebut. Namun, pada perkembangannya, sudah dimunculkan jawaban-jawabannya. Misalnya adalah lirik tambahan yang bukan karya kanjeng sunan, seperti:
Mbok kira mbok kira mbok kira kembange apa?
Kembang-kembang m’lathi
Kembang m’lathi dironce-ronce
(Orang mati pada kelihatannya (biasanya) adalah membawa bunga melati yang dirangkai, dikalungkan pada peti jenazah.
Namun bukan itu yang sebenarnya yang dikehendaki Kanjeng sunan giri. Tetapi amal ketika hidup.
Maka lirik tambahan selanjutnya adalah:
Sing kene setengah mati
Sing kana ‘ra piye piye
Yang ada di sini (di dunia) susah setengah mati, tetapi yang di sana tidak ada apa-apa.
Ini adalah pandangan mata manusia pada umumnya.
Bagi mereka yang mau belajar dan mencari hikmah, justru hidup di dunia ini adalah kesusahan dalam rangka mempersiapkan amal kelak meninggal. Jika itu bisa dilakukan, maka benar adanya di sana dia tidak ada masalah yang berarti (sing kana ra piye piye) tetapi jika tidak ada amal, justru kehidupan di sanalah yang akan susah setengah mati.
Manusia lupa, bahwa dikubur siksanya setengah mati, tapi mereka hidup Ra piye-piye tidak melakukan tindakan dan amalan yang baik untuk bekal di alam kubur nanti.
Sebaik-baiknya peringatan adalah kematian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar